Powered By Blogger

Thursday, May 23, 2013

WASTING LIGHT: Album Klasik di Era Kedua Foo Fighters.



Mengapa saya mengatakan album ini "klasik"? Bukan persolan mengenai sound dalam album yang tiba-tiba mengingatkan kita pada era 70an atau 80an. Album ini tetap penuh dengan distorsi modern dan vokal Dave Grohl yang powerful. Alasan pertama, album ini direkam dengan alat rekaman analog! Artinya, Foo Fighters sama sekali tidak menggunakan sistem digital (computerize), melainkan menggunakan tape pita perekam yang lazim digunakan sebelum era digital sekarang. Apa tujuannya? Tidak masalah apapun itu, Dave berkata: 
"Apa yang kamu dengar secara live, seringkali berbeda dengan di album. Namun di 'Wasting Light', apa yang kamu dengar saat live, sama persis seperti di album". 
Alasan kedua, album ini mengingatkan kita pada 'The Color And The Shape' di era 90'an. Album fenomenal itu menciptakan banyak hits seperti "Monkey Wrench", "My Hero", dan Everlong". Persamaannya, kedua album ini diproduksi dengan biaya yang lebih "murah" dan dibuat di sebuah tempat yang bernama "rumah".

Sulit untuk mengatakan bahwa ini adalah album terbaik 'Foo Fighters', karena, setelah bertahun-tahun, sebuah band harus benar-benar ditentukan oleh sebuah era. Saya akan mempertimbangkan era pertama Foos telah berakhir, dan era kedua dimulai, dengan album ganda mereka, 'In Your Honour'. Album "Klasik" dari era pertama adalah The Colour And The Shape. Hal ini dianggap, dan akan terus dipertimbangkan, sebagai album klasik dalam genre rock. 
 'Wasting Light' adalah album terbaik dari era kedua Foos dan, seperti TCATS, akan dianggap sebuah album klasik dalam genre rock. Tidak ada lagu yang "unlikeable", hanya beberapa yang tepat untuk dimasukkan dalam album, namun tidak sama besar seperti yang lain.

Highlights dari album ini adalah dua lagu pembuka, "Bridge Burning" dan "Rope" adalah opening yang keren, jika kembali ke masa lalu, seperti saat saya mendengar album "Vs." oleh Pearl Jam, dimana dua lagu pembuka adalah "Go" dan "Animal." Begitu berkarakter dan mantap. "Rope" adalah lagu yang paling kompleks dalam album ini, mulai dari vokal, riff gitar, bass line, drums, dan bagian solo gitar. Part yang saya suka adalah hadirnya solo drums Taylor Hawkins dalam 1 bar yang kompleks, sebelum masuk ke solo gitar Chris Shifflet yang cadas. Benar-benar profesional! 

"Dear Rosemary" sebagai track ketiga sungguh solid. Sound gitar terdengar sedikit seperti "Steady As She Goes" oleh The Racounteurs, dengan paduan suara yang dinyanyikan Dave Grohl bersama guest singer Bob Mould. "Dear Rosemary" seperti ditempatkan untuk sejenak mengistirahatkan goyangan moshpit di dua lagu awal, agar larut kedalam koor yang indah, dan melodi lagu yang sempurna untuk sing along. Setelahnya, telinga kita akan kembali digeber dengan track keempat "White Limo" yang thrashy dan sangat hard-rock. Vokal Dave digeber habis-habisan pada lagu ini. Uniknya, lagu ini disandingkan dengan track kelima "Arlandria" yang sangat pop dan catchy. "These Days" menjadi penutup yang sempurna di bagian pertama abum. Tipe lagu rock yang menggema, dengan tingkatan desibel yang naik turun; pelan di awal, menggelegar saat chorus, pelan lagi saat masuk ke verse kedua, dan begitu seterusnya, dan tiba-tiba senyap saat kembali ke chord intro yang ditempatkan di bagian 3/4 lagu, disambung dengan chorus yang keras pada ketukan pertama. Chordnya sangat pop dan sederhana. Menurut saya kelebihan lagu ini somehow terletak pada lirik yang menyedihkan dan begitu dewasa. 
"One of these days, your eyes will close and pain will disappear... One of these days you will forget to hope and learn to failed. But it's alright... Easy for you to say, your heart is never be broken, your pride is never be stolen... not yet, not yet..." 
Tidak akan berbohong, saya sempat menitikan "air mata" ketika mendengarkan lagu ini. Menurut saya "These Days" adalah lirik pop terbaik yang pernah diciptakan Dave sepanjang karirnya.

Track ke-7, 8, dan 9 yaitu "Back And Forth", "A Matter Of Time" dan "Miss The Misery". Tidak ada kelebihan khusus pada ketiga lagu ini. Sama seperti tipikal lagu Foos sebelumnya, lagu-lagu ini amat cocok untuk dimasukkan dalam tracklist. These are Foos alike. Fantastik.

Sebagaimana saya menyukai dua lagu opening tadi, saya belum pernah mendengar bagian penutupan album dengan track yang sebagus dan sedalam "I Should Have Known" dan "Walk". Dua lagu penutup ini terasa lebih emosional saat kita lelah menguras habis 9 lagu sebelumnya. 'Wasting Light' ditutup dengan sempurna. "I Should Have Known" diyakini adalah sebuah lagu tentang teman dekat Dave Grohl yang telah meninggal dunia (tidak disebutkan apakah itu Kurt Cobain atau bukan, namun sang produser, Butch Vig meyakininya). Lagu ini sangat dalam, dan benar-benar melonjak ketika bandmate lama Dave, Krist Novoselic (bassist Nirvana) mengisi part bass, dan membuat kehadirannya terasa sekitar 2/3 lagu.

Terakhir adalah favorit saya: "Walk". Lagu ini ibaratnya persis seperti orang yang dahulu menyanyikan "My Way Home" dari The Colour And The Shape, dan sekarang menyanyikan "Walk", 14 tahun kemudian. Seseorang yang dulu berkata dengan lantang "not scared, i felt this on my way home", sekarang berteriak kecut "I never wanna die! I never wanna die!" dan memiliki tanggung jawab terhadap anak-anaknya dan bahkan, takut mati.  
"Walk" merangkum semacam kedewasaan, kebijaksanaan, dan pertumbuhan hidup Dave Grohl. Dalam fashion khas Dave Grohl, orang yang memiliki kredit "superstar" dan "Rock God" di seluruh dunia, justru bersikap kebalikannya. Dave mendeskripsikannya dalam lirik yang sangat "un-Rock'nRoll" dan menggambarkan kelemahan, sifat feminim seorang pria: 
"I'm on my knees, i never wanna die, i never wanna die, forever, whenever, forever, whenever!"
Dalam lagu ini, Dave menentang persona rock'n roll. Lagu ini dekat dengan kata "dewasa" dan "sempurna". Lagu yang semangat dan sarat akan emosi.

Setelah sekian banyak album yang saya miliki, 'Wasting Light' adalah album yang sangat worth it. Sebuah album yang dapat saya dengarkan kapan saja, dan dimana saja. Album fresh namun klasik yang saya suka dari bagian awal hingga akhir.


WASTING LIGHT (Foo Fighters)
Genre: Rock, Hard Rock, Post-Grunge
Rilis: 12 April 2011
Produser: Butch Vig
Label: RCA
Rating: 4/5 (Rolling Stone), 9/10 (Spin)

REVIEW ALBUM: I'M WITH YOU (Red Hot Chili Peppers)



Sudah genap 30 tahun Red Hot Chili Peppers berkarya. 10 album studio, dan 2 album The Best Of / Greatest Hits telah beredar. Berbagai penghargaan internasional, Grammy Awards, sampai ke pelantikan Rock And Roll Hall Of Fame telah dirasakan oleh Chili Peppers. Lantas apa lagi yang kurang dari band ini? Sejak era 'Californication', semangat yang muncul saat band ini mengeluarkan album barunya memang tidak seenerjik band-band breakthrough lain. Waktu itu tahun 1999, namun band ini sudah terlalu sering kita dengar hampir setiap saat. Mungkin penambahan unsur-unsur yang berbeda dalam tiap album menjadi senjata tersendiri bagi Chili Peppers untuk mengatasi rasa "jenuh" penggemarnya yang telah 3 dekade mengikuti perkembangan mereka, dan hanya mendapati riff gitar yang funk-oriented, rap-rock, serta teknik slap bass Flea yang memang diakui di level "dewa". Bisa dibilang kunci musik Chili Peppers selama ini sebenarnya ada dalam tubuh sang John Frusciante. Kita bisa mendengar 'Blood Sugar Sex Magik', 'Californication', dan 'Stadium Arcadium' yang menjadi masterpiece band ini. Kesemuanya adalah hasil sound yang diproduksi oleh koneksi gaib yang dibangun bertahun-tahun antara Frusciante dan Flea. 

Dan apa yang coba saya katakan disini adalah bahwa warna musik di album Chili Peppers bisa ditentukan oleh bagaimana suara bass dan gitar bergabung dalam satu wadah. Apakah saling bertautan, saling menyelimuti, atau benar-benar bermain di ranahnya masing-masing. Mungkin perbedaan paling mencolok adalah saat tahun 1991 mereka merilis mahakarya 'Blood Sugar Sex Magik', kemudian tiga tahun setelahnya ada 'One Hot Minute'. Hanya dalam selang waktu 3 tahun, warna musik mereka berubah dari yang sexy, crunchy, funk, less-distortion menjadi hard-rock, dark, psychedelic drumbeats di beberapa lagu, dan distorted guitar-riff. Apa lagi yang mendasari perubahan ini selain kepergian John Frusciante untuk pertama kalinya dan digantikan oleh Dave Navarro? Tahun 1998 Frusciante kembali ke line-up band dan membuat 'Californication' kembali ke roots musik Chili Peppers, dan menuai banyak pujian serta penghargaan. Sampai dengan 10 tahun kemudian ia kembali memutuskan keluar demi merajut solo karirnya. Sang bassist, Flea, sempat berkata bahwa ia merasa Chili Peppers telah punah saat itu. Ruh sang gitaris memang tidak bisa dipisahkan dalam tubuh band. Athony Kiedis sang vokalis sempat menyatakan bahwa ia kebingungan mencari gitaris pengganti yang sepadan selepas kepergian Frusciante. Namun siapa sangka, seorang pemuda kalem, yang umurnya jauh dibawah 3 personil Chili Peppers lainnya datang dengan background musik yang jauh berbeda dengan warna musik Chili Peppers selama ini. Josh Klinghoffer bergabung dan menghasilkan 'I'm With You' di tahun 2011. Kira-kira seperti apa warna musik Chili Peppers kali ini?

Josh Klinghoffer adalah partner John Frusciante dalam banyak karya solonya. Mereka berdua juga tergabung dalam Ataxia bersama Joe Lally, dan Klinghoffer juga sempat mengisi drum di Warpaint, band vintage rock dimana Emily Kokal, mantan kekasih Frusciante menjadi penyanyinya. Dalam banyak karya solo Frusciante, bersama Klinghoffer ia menawarkan banyak efek synth dan sound-sound yang sangat electronic. Klinghoffer pun lahir dalam wilayah musik yang sama. Seorang avant-garde, pemain synth, keyboard, dan pecinta sound gitar yang terdengar kompleks seperti Johnny Greenwood dari Radiohead.

Selang waktu antara 2009-2011, Flea bersama Klinghoffer banyak menghabiskan waktu menjelajahi Benua Afrika, dimana ia memutuskan untuk mencampur pengaruh African beats kedalam 'I'm With You'. Bisa didengar dalam lagu-lagu seperti "Ethiopia", "Did I Let You Know", dan "Dance, Dance, Dance". Untuk alasan ini pula lah Chili Peppers merekrut Mauro Refosco menjadi pemain perkusi dalam tur-tur 'I'm With You' seanjutnya. Sementara single pertama dan kedua yang dikeluarkan yaitu "The Adventures Of Raindance Maggie" dan "Monarchy Of Roses" penuh dengan kesan disco 70'an. Beat drums Chad Smith yang mengalir, konstan memberi fondasi groove yang kuat di setiap sisi lagu. 

Unsur funk yang selama ini menjadi ciri khas justru seperti dikesampingkan dalam album ini. Sedikit sekali kita bisa mendengar riff-riff gitar ala Frusciante. Klinghoffer lebih memilih style-nya sendiri dengan mengkombinasikan efek distorsi dan phase atau fuzz dalam setiap bagian lead-guitar nya. Unsur-unsur electronic pop juga sarat ditemui di album ini. 

Menurut saya, lagu yang bisa menjadi faktor-x dalam album ini adalah "Even You Brutus?". Dalam lagu ini ciri khas Kinghoffer benar-benar dituangkan habis-habisan. Intro dimulai dengan sound piano yang horror-theme seperti di film-film tentang vampir atau sejenisnya. Disambut dengan riff gitar heavy-distortion yang penuh special effect menjadikan lagu ini tampak spooky sekaligus megah di awal. Namun anehnya, begitu masuk ke verse, warna musik berubah seiring ketukan drums Chad Smith masuk. Sensasi yang didapat seperti mendengar musik yang circus-like. Lagu ini sangat "penuh" sehingga tidak meninggalkan ruang sedikitpun bagi improvisasi lainnya. Namun yang membuat lagu ini begitu lengkap adalah kita dapat mendengar sisipan-sisipan funk pada gitar Klinghoffer pada bridge sebelum chorus.

Well, tidak lengkap rasanya jika dalam setiap album Chili Peppers kita tidak mendengarkan satu atau dua lagu yang pelan dan mendayu. Dalam lagu "Brendan's Death Song", "Police Station", dan "Meet Me At The Corner" kita mendapati banyak unsur pop yang membuat tenang dan menaikkan kedua sudut bibir, alias tersenyum. "Brendan's Death Song" dibuka dengan petikan akustik gitar yang sangat manis ditambah vokal Kiedis yang melodis, apik dan sangat dewasa, jauh dari kesan "nakal". Sementara itu dalam "Police Station", intro yang lembut antara perpaduan gitar dan line melody bass dan piano, tanpa drums, membuat saya harus kembali angkat topi kepada duo Flea dan Klinghoffer. Dibuka dengan up-stroke kunci E minor, lalu mengalun sampai kepada chord awal bagian verse, G major, yang membuat suasana hati seperti muram lalu gembira. Lagu ini benar-benar sukses membuat saya tersenyum, apalagi ada bagian lead piano di tengah dan akhir lagu, seperti membayangkan Adele bernyanyi dengan Coldplay. Kemudian "Meet Me At The Corner" merupakan lagu yang paling simple dan sederhana dalam album ini. Tampaknya Klinghoffer tak ingin banyak bereksperimen disini. Mengikuti riff-riff gitar a la Frusciante, lagu ini terdengar "sangat Chili Peppers", apalagi di bagian akhir lagu dimana parade akustik gitar, drums, dan bass dibalut dengan lead gitar tanpa efek (clean) dengan pattern simple namun terdengar fantastis.

Walaupun dalam album ini sama sekali tidak ada unsur slap bass Flea, apalagi rap-rock ala Kiedis, namun dalam 'I'm With You' kita masih bisa mendengar beberapa aura Funk yang matang dengan beberapa kombinasi ringan, seperti dalam lagu "Look Around", "Ethiopia", dan "Dance, Dance, Dance".

Satu hal lagi yang perlu dicatat adalah soal urusan backing vokal. Yap, selama ini Frusciante dikenal dengan suara khas yang dalam, tinggi dan melengking di setiap backing vokal lagu-lagu RHCP. Namun kali ini, Klinghoffer menawarkan warna baru. Saat saya mendengar beberapa bubuhan backing vokal, saya kira saya sedang mendengar Patti Smith atau Jonas Bjerre, atau penyanyi wanita entah siapapun itu. Ternyata Klinghoffer lah yang memproduksi suara yang sangat feminim tersebut. Sangat halus, sangat unik!

Singkat kata, Chili Peppers memang kembali memberi warna baru dalam setiap albumnya. Jejak yang sama mereka lakukan mulai dari era 'Blood Sugar Sex Magik" hingga "Stadium Arcadium". Namun untuk album ini, sarat pengecualian. Musik mereka benar-benar baru, dan benar-benar fresh. Ini seperti bukan RHCP, namun kita masih bisa mendapati karakter kuat pada line bass Flea dan ketukan khas drum Chad Smith. Kiedis sendiri membuang jauh unsur Rap-rock nya. Nampaknya ia ingin lebih menjelajahi level vokal setingkat lebih diatas. Kedatangan gitaris baru mereka, Josh Klinghoffer, telah membubuhkan tanda tersendiri, karakteristik tersendiri, bahwa saat ini ialah yang menjadi unsur utama dalam produktivitas lagu-lagu mereka di masa mendatang. Dengan usia seluruh personil (kecuali Klinghoffer) yang telah menginjak angka 50an, tentu tidak mudah bagi RHCP untuk mempertahankan energi dan kesensualan tattoo-tattoo yang menyelimuti badan. Namun dari segi musik, Red Hot is getting hotter than ever...!

I'M WITH YOU (Red Hot Chili Peppers)
Genre: Rock, Alternative Rock, Funk Rock
Rilis: 30 Agustus 2011
Produser: Rick Rubin
Label: Warner Bros
Rating: 4,5/5 (Rolling Stone), 7/10 (Spin)

El Camino; Sukses Komersial dan Grammy Awards.


 El Camino... Bukan tentang Chevrolet yang saya maksud. Album rilisan 2011 ini adalah pemenang Grammy Awards 2013 untuk 'Best Rock Album', dan salah satu hitsnya "Lonely Boy", juga menyabet 'Best Rock Song' dan 'Best Rock Performance'... Brilian.

Selama 8 tahun pertama karir mereka, The Black Keys membangun fanbase underground melalui rilis album dan tur yang intens di dekat klub-klub kecil, tapi kesuksesan mainstream belum menghampiri mereka. Setelah merilis album studio keenam mereka, 'Brothers', pada Mei 2010, kelompok ini baru diakui mengalami terobosan secara komersial. 

Mendadak sukses, band ini memang terbukti luar biasa karena mereka mendapat berbagai pemesanan tur tambahan. Pada bulan Januari 2011, band terpaksa membatalkan konser di Australia, Selandia Baru, dan Eropa karena kelelahan, sehingga membatalkan sebagian dari jadwal tur mereka sampai bulan April. Drummer Patrick Carney mengatakan
"Kami telah berkeliling cukup lama untuk tahu kapan akan mencapai titik maksimal kami".  
Keinginan untuk merekam album lain segera setelah 'Brothers' juga menyebabkan keputusan lain. Carney mengatakan:
"Kita bisa menunggu satu tahun atau lebih, dan memerah album 'Brothers' dengan terus-menerus tur, tapi kami ingin seperti band-band favorit kami yang tumbuh dewasa dengan mengeluarkan banyak lagu dan setiap albumnya berbeda dari yang lainnya".

El Camino masih mengikuti formula garage rock, tetapi mengurangi penekanan pada warna blues yang lazim terdengar di album-album sebelumnya. Album ini menarik pengaruh lebih besar dari genre populer dari tahun 1950-1970-an, termasuk rock and roll, glam rock, rockabilly, surf rock, dan soul. Carney menjelaskan arah album:  
"Setelah tiga atau empat lagu yang direkam, kami merasa jelas bahwa mereka semua berakar pada feel rock 'n roll masa-masa awal, dan kami memutuskan untuk membuat seluruh lagu dalam album ini, dibangun di sekitar itu".

Band ini mengutip beberapa retro act sebagai pengaruh musik dalam 'El Camino' termasuk The Clash, The Cramps, T. Rex, Ramones, The Beatles, Sweet, The Cars, dan Johnny Burnette. Berbeda dengan beberapa lagu yang lebih lambat dan lebih tenang dari 'Brothers', lagu-lagu di El Camino lebih uptempo dan riff-driven. Selama tur 'Brothers', The Black Keys menyadari bahwa banyak lagu yang terlalu lambat untuk diterjemahkan ke dalam settingan panggung live, yang menyebabkan mereka menulis lebih banyak materi uptempo untuk 'El Camino'. Carney mengatakan
"Album ini berasal dari fakta bahwa lebih mudah bagi lagu-lagu kami untuk didengar bagus saat live jika mereka dalam tempo cepat. Jadi kami hanya mencoba untuk membuat album rock yang lebih upbeat dari apa yang pernah kita direkam sebelumnya". 

"Lonely Boy" dirilis sebagai single utama album pada tanggal 26 Oktober 2011 dan menjadi salah satu single band yang paling sukses. "Lonely Boy" menduduki beberapa chart radio rock, termasuk chart Alternative Songs and Rock Songs di Amerika Serikat, dan Alternative Rock and Active Rock charts di Kanada. Di chart single, "Lonely Boy" menempati puncak tangga lagu di beberapa negara, memuncak pada nomor 64 di Billboard Hot 100, nomor 2 di Singles Chart Australia, dan nomor 33 di Canada Hot 100. "Lonely Boy" mendapatkan sembilan kali sertifikat Platinum di Kanada, Triple-platinum di Australia, Platinum di Selandia Baru, dan Gold di Denmark.

Pada Grammy Awards 2013, The Black Keys memenangkan penghargaan Best Rock Album untuk 'El Camino', dan Best Rock Performance dan Best Rock Song untuk single "Lonely Boy". Sang gitaris Auerbach dihormati sebagai Producer of the Year, Non-Classical karena mengco-produseri 'El Camino' dan memproduseri album Hacienda dan Dr John. The Black Keys juga menerima nominasi Album of the Year untuk El Camino dan Record of the Year untuk "Lonely Boy".

EL CAMINO (The Black Keys)
Rilis: 6 Desember 2011
Genre: Garage Rock, Blues Rock
Produser: Danger Mouse, Dan Auerbach (Co-Produser)
Label: Nonesuch 
Rating: 7,4/10 (Pitchfork), 4/5 (Rolling Stone), 4,5/5 (Allmusic)

BRITPOP; The English Invasion.


Musik a la Inggris seperti yang kita kenal saat ini bukan hanya 'Wonderwall' atau 'Parklife' yang akrab di telinga. Itu hanyalah sebagian nama dari variabel-variabel pencipta peradaban musik besar yang lahir pada dekade 90an di ranah Britania Raya. Pergerakan ini sempat mengancam eksistensi Grunge (terlepas kematian sang lokomotif, Kurt Cobain) di dunia. Muncul dengan mengusung tema "working class", "roman yang tidak picisan" dan "metropolis", scene ini tidak hanya berhenti pada satu tempat, namun terus menjelajahi ranah-ranah asing yang belum sempat disinggahi The Beatles sampai The Smiths di tahun-tahun sebelumnya. Pesona John Lennon dan Morrissey memang abadi, namun nama mereka berdua menjadi semakin langgeng dikala kota London melahirkan sebuah scene yng progresif pada awal 90'an... Yes mate, we're talking about BRITPOP!

Britpop, adalah sebuah subgenre dari alternatif rock yang lahir dan berkembang di tanah Inggris pada dekade 90an. Band-band britpop yang eksis saat itu sangat terpengaruh oleh warna musik band-band pendahulunya yang tenar pada tahun 1960-1970an macam The Beatles, The Kinks, dan The Who.
Sebelum Britpop lahir, sebetulnya di Inggris sudah ada gerakan (aliran) Madchester yang dibangun oleh band-band macam The Stone Roses, Happy Mondays, dan Inspiral Carpets. Mereka 'terwarisi' langsung oleh budaya pop yang diusung The Smiths dekade sebelumnya. Banyak kritikus musik yang berpendapat bahwa selain The Beatles, The Smiths lah menjadi inspirasi utama bagi band-band Madchester maupun Britpop setelahnya. 

BRITPOP VS GRUNGE
Apakah Britpop memiliki tujuan? atau memang hanya bagian dari perkembangan jenis musik dunia? Silakan anda sendiri yang menilai jawabannya. Namun ada satu logika khusus yang dapat disampaikan kepada semua orang bahwasanya pada dekade 90an itu pula, Amerika Serikat menguasai scene musik dunia lewat Grunge-nya. Damon Albarn, pentolan band Blur secara eksplisit mengatakan: "Kalau Punk lahir untuk melawan Hippies, maka Britpop lahir untuk melawan Grunge". Sementara itu Noel Gallagher yang merupakan frontman Oasis juga pernah mengatakan: "Well, saya tidak pernah percaya akan orang yang terlalu depresi karena ketenarannya, sehingga banyak ungkapan 'I hate myself and i want to die' dimana-mana. Such a rubbish". Nah, sudah jelas kalau perkataan sang gitaris itu tertuju pada Kurt Cobain, frontman Nirvana yang mati bunuh diri tahun 1994. Di satu sisi, perbedaan mencolok antara Britpop dan Grunge semakin di perjelas oleh John Savage, seorang krritikus musik. Dia mengatakan bahwa Britpop memiliki fashion yang sangat metropolis, outer-suburban, dan working-class. Sangat berbeda dengan pergerakan Grunge yang bisa dinilai 180 derajat berbeda.

'POPSCENE' DAN 'THE DROWNERS'

Angkatan pertama Britpop dapat dibilang diisi oleh nama-nama beken seperti Blur, Lush, dan Suede. Mereka lahir di sebuah scene di London yang bernama Camden Town. Seperti yang dikatakan di awal, Invasi Grunge yang masif ditambah vakumnya band-band Madchster seperti The Stone Roses mungkin menjadi titik awal lahirnya scene ini. Jurnalis John Harris berpendapat bahwa era Britpop dimulai setelah Blur dan Suede merilis 'Popscene' dan 'The Drowners' hampir secara bersamaan pada musim semi tahun1992. Terlebih lagi Suede, menjadi band pertama yang guitar-oriented yang diakui oleh media-media di Inggris atas jawaban dari perlawanan invasi Grunge dan merebaknya musik-musik New Wave yang didalangi New Order dan Depeche Mode. Album perdana Suede yang self-titled mencetak rekor penjualan album debut tercepat sepanjang sejarah musik di Inggris, sebelum akhirnya dipecahkan 'Definitely Maybe' nya Oasis dua tahun setelahnya.

BATTLE OF BRITPOP: BLUR vs OASIS
 
Bagi Blur sendiri, album perdana mereka bisa dibilang cukup moderat. Namun pada album ketiga mereka yang dirilis tahun 1994, 'Parklife', Blur tidak diragukan lagi menjadi band terlaris di ranah Inggris. Pada tahun yang sama pula, Oasis merilis album perdananya 'Definetely Maybe' yang siap untuk menggugat singgasana Blur. Beragai friksi pun lahir diantara kedua band ini, yang dipanaskan pula oleh media-media lokal. "Battle of Britpop: Blur VS Oasis" menjadi headline utama koran-koran dan majalah-majalah musik. Kedua band saling mengejek satu sama lain. Bahkan Noel Gallagher dari Oasis pernah berkata sinis: "Aku harap semua personil Blur terkana AIDS dan menginggal..." 
Pada tahun yang sama pula, Kurt Cobain meninggal dunia. Sebuah ironi bagi invasi Grunge yang hanya bertahan beberapa tahun saja, namun menjadi angin segar bagi band-band Inggris untuk memulai era barunya. Ditambah lagi dengan kehadiran Pulp, Elastica, Supergrass, Shed Seven, dan lain-lain yang semakin meramaikan industri musik di Inggris.

POST BRITPOP
Sekitar akhir 90an, era Britpop seperti memudar. Blur tidak lagi menunjukkan taringnya, walaupun mereka masih memproduksi "Think Tank" di awal tahun 2000an yang menjadi album terakhir sebelum akhirnya memutuskan untuk berada dalam masa hiatus. Sementara bagi Oasis, "pertarungan" absurd Gallagher bersaudara semakin terdengar membosankan dan penuh sensasi. 'Wonderwall' dan "Don't Look Back In Anger" sudah mulai "layu" di telinga, walaupun masih kita nasbihkannya sebagai anthem sepanjang masa. Band-band baru pun bermunculan. Kali ini perhatian media massa di Inggris beralih kepada Radiohead, Manic Street Preachers, dan The Verve. Apalagi setelah mereka merilis 'Ok Computer' dan 'Urban Hymes' di tahun yang sama (1997), nama mereka semakin mendunia. Hingga akhirnya pada akhir 90'an muncul band-band post-britpop macam Coldplay, Stereophonics, Embrace, Travis, dan The Libertines yang mulai menjajaki peradaban musik Inggris yang dibangun oleh para pendahulunya. Kejayaan Britpop memang telah pudar. Namun siapa yang masih menyangsikan kalau album-album mereka masih banyak dicari orang hingga saat ini? Sempalan-sempalan era keemasan mereka masih bisa dirasakan setidaknya hingga awal millenium baru, dan nama Britpop tetaplah abadi.


And these are the list of ten Britpop bands you SHOULD know!


1. SUEDE
Personil:
Brett Anderson, Mat Osman, Simon Gilbert, Richard Oakes, Neil Codling.
Mantan personil:
Justin Frischmann, Bernard Buttler, Alex Lee.
Lagu hits:
"Beautiful Ones", "She's In Fashion", "The Drowners", "Positivity".


2. PULP
Personil (termasuk mantan personil):
Jarvis Cocker, Candida Doyle, Nick Banks, Steve Mackey, Mark Webber
Lagu hits:
"Babies", "Common People", "A Little Soul", "Sorted For E's & Wizz"


3. LUSH
Personil (termasuk mantan personil):
Miki Berenyi, Emma Anderson, Phil King, Chris Acland, Meriel Barham, Steve Rippon.
Lagu hits:
"Sweetness and Light", "For Love", "Single Girl", "Ladykillers", "500 (Shake Baby Shake)".


4. SHED SEVEN
Personil (termasuk mantan personil):
Rick Witter, Joe Johnson, Paul Banks, Tom Gladwin, Alan Leach.
Lagu hits:
"Ocean Pie", "Speakeasy", "Dolphin", "Going For Gold".


5. SUPERGRASS
Personil (termasuk mantan personil):
Gaz Coombes, Danny Goffey, Mick Quinn, Rob Coombes.
Lagu hits:
 "Alright", "Time", "Mensize Rooster", "Lenny", "Going Out".


6. SLEEPER
Personil: Louis Wener, John Stewart, Diid Osman, Abdy Maclure, Dan Kauffman.
Lagu hits: "Inbetweener", "What Do I Do Now", "Sale of the Century", "Nice Guy Eddie", "Statusque".


7. ELASTICA
Personil (termasuk mantan personil):
Justine Frischmann, Justin Welch, Donna Matthews, Annie Holland, David Bush, Sheila Chipperfield, Paul Jones, Sharon Mew.
Lagu hits:
"Line Up", "Connection", "Stutter", "Waking Up", "Car Song".


8. THE BOO RADLEYS
Personil:
Sice Rowbottom, Martin Carr, Timothy Brown, Steve Hewitt, Rob Cieka.
Lagu hits:
"Wake Up Boo!", "C'mon Kids", "From The Bench At Belvidere".


9. BLUR
Personil:
Damon Albarn, Alex James, Graham Coxon, Dave Rowntree
Lagu hits:
"Popscene", "Country House", "Song 2", Tender", Beetlebum"."Parklife", "Coffee & TV".


10. OASIS
Personil (termasuk mantan personil):
Liam Gallagher, Noel Gallagher, Andy Bell, Gem Archer, Alan White, Tony McCarroll, Paul "Bonehead" Arthurs, Paul "Guigsy" McGuigan.
Lagu hits:
"Wonderwall", "Don't Look Back In Anger", "Rock n Roll Star", "Supersonic", "Live Forever", "Stand By Me".

*dari berbagai sumber

Wednesday, May 22, 2013

JANIS "The Blues Queen" JOPLIN




Lahir pada tanggal 19 Januari 1943, Janis Joplin dibesarkan di sebuah kawasan kecil di Texas, Port Arthur, yang dikenal karena industri minyaknya. Terobosan baru bagi perempuan dalam musik rock, Janis mulai terkenal di akhir 1960-an karena vokalnya yang kuat dan blues-inspired. Selama bertahun-tahun, Joplin berjuang untuk melarikan diri dari komunitas sempit di Texas dan menghabiskan waktu lebih lama untuk mencoba mengatasi kenangan dari tahun-tahun sulit di sana.

Mengembangkan cinta untuk musik pada usia dini, Janis bernyanyi dalam paduan suara gereja sebagai seorang anak dan menunjukkan bakatnya. Janis adalah seorang murid yang baik dan cukup populer sampai sekitar usia 14 ketika beberapa efek samping pubertas mulai menendang masuk. Dia punya jerawat dan masalah dengan berat badan.

Di Thomas Jefferson High School, Janis mulai memberontak. Dia menghindari fashion gadis-gadis populer dari akhir 1950-an, dan sering memilih untuk memakai kemeja dan celana ketat pria atau rok pendek. Sementara dia suka untuk berdiri dalam keramaian, Janis juga menemukan dirinya menjadi target bullying beberapa siswa populer di sekolah. Dia disebut "babi" oleh beberapa siswa, sementara yang lain mengatakan bahwa dia mengidap kelainan seksual.

KARIR AWAL
Janis akhirnya mengembangkan pergaulan dengan sekelompok pria dan berbagi minat pada musik dan 'Beat Generation', yang menolak norma-norma standar kehidupan dan menekankan ekspresi kreatif. Jack Kerouac dan Allen Ginsberg adalah dua tokoh terkemuka dalam pergerakan ini.

Secara musikalitas, Janis dan teman-temannya tertarik ke arah blues dan musik jazz, dan mengagumi artis seperti Leadbelly. Dia juga terinspirasi oleh musisi blues legendaris Bessie Smith dan Ma Rainey dan Odetta, seorang tokoh terkemuka di awal gerakan folk music. Kelompok ini juga sering mengunjungi bar dan kelas pekerja lokal di sekitar Louisiana dari Vinton. Di tahun senior SMA-nya, Janis telah mengembangkan pribadi yang kuat, gadis tangguh yang suka berbicara dan suka minum alkohol.

Pada tahun 1962, Janis pergi untuk belajar di University of Texas di Austin. Di sana ia mulai tampil di 'Folksings' - pertemuan musik santai di mana orang-orang bisa perform sebabasnya- di kampus dan di sebuah club lokal dengan Waller Creek Boys, trio musik yang juga teman-temannya. Dengan gaya bernyanyi-nya yang kuat dan berani, Janis dikagumi banyak penonton. Dia tidak seperti vokalis wanita kulit putih lainnya pada saat itu (ikon rakyat Joan Baez dan Judy Collins yang dikenal dengan suara lembut mereka).

Pada bulan Januari tahun 1963, Janis meninggalkan kampusnya demi scene musik yang muncul di San Francisco dengan Chet Helms. Pada masa itu, tugas pertamanya adalah berjuang untuk menjadi seorang penyanyi. Dia memainkan beberapa pertunjukan, dan bahkan sempat manggung di Monterey Folk Festival tahun 1963. Tapi, karir bernyanyi-nya tidak pernah menanjak. Dia pergi ke New York untuk sementara waktu, berharap mendapat nasib baik di sana, tapi kebiasaan minum dan penggunaan narkobanya mulai muncul. Joplin akhirnya punya kebiasaan speeding yang menjijikan, dan meninggalkan San Francisco untuk kembali ke rumah pada tahun 1965 untuk berkumpul dengan teman-temannya lagi.

BIG BROTHER
Pada tahun 1966, Joplin kembali ke San Francisco untuk audisi Big Brother, yang terdiri dari James Gurley, Dave Getz, Peter Albin, dan Sam Andrew. Kelompok ini merupakan bagian dari perkembangan scene musik San Francisco pada akhir 1960-an, termasuk band-band hebt seperti Grateful Dead. Mereka terkesan dengan Joplin dan ingin dia bergabung. Pada hari-hari awal Janis dengan Big Brother, ia hanya menyanyikan beberapa lagu dan memainkan tambourine di belakang panggung.

Hal itu tidak berlangsung lama karena Janis mendapat peran lebih besar dalam Big Brother. Penampilan mereka di Monterey Pop Festival yang legendaris pada tahun 1967 mendapat pengakuan yang lebih luas, terutama lagu "Ball and Chain" versi mereka (yang awalnya dibuat terkenal oleh legenda R&B Big Mama Thornton). Sebagian besar pujian berfokus pada vokal Janis yang luar biasa. Sayangnya, semua perhatian ini justru menyebabkan beberapa ketegangan antara Joplin dengan band.

Setelah mendengar Janis di Monterey, presiden Columbia Records Clive Davis ingin mengontrak band. Albert Grossman -yang juga menangani Bob Dylan, dan The Band- kemudian menandatangani kontrak sebagai manajer band dan membuat mereka keluar dari kontrak rekaman sebelumnya dengan Mainstream Records. 

Album pertama mereka untuk Columbia Records sukses besar. 'Cheap Thrills' (1968) yang sukses adalah sebuah tantangan yang menyebabkan lebih banyak masalah lagi antara Joplin dan teman band-nya. Janis dilaporkan merasa seperti grupnya itu mulai menahan karirnya secara profesional. Segera setelah dirilis bulan Agustus 1968, album ini mendapat sertifikasi gold record. Album ini menampilkan "Piece of My Heart" dan "Summertime." Lagu-lagu ini membantu reputasi Janis sebagai penyanyi rock blues yang unik dan dinamis.

SOLO KARIR

Joplin berjuang dengan keputusannya untuk meninggalkan Big Brother. Tapi dia akhirnya memutuskan untuk berpisah dengan band dan pergi dengan caranya sendiri. Janis bermain dengan Big Brother untuk terakhir kalinya pada bulan Desember 1968.
 
Karir solo pertama Janis, 'I Got Dem Blues Ol 'Kozmic Again Mama!' (1969), dengan Kozmic Blues Band, menerima tinjauan yang beragam. Beberapa lagu yang paling berkesan rekaman adalah "Try (Just a Little Bit Harder)" dan "To Love Somebody," sebuah cover dari lagu Bee Gees. Di luar musik, Janis tampak berjuang dengan alkohol dan obat-obatan, termasuk kecanduan heroin. Sayangnya, album Janis berikutnya menjadi yang paling sukses, tetapi juga menjadi yang terakhirnya. Dia merekam 'Pearl' dengan Full Tilt Boogie Band dan menulis dua lagu yang kuat, "More Over" dan "Mercedes Benz".

KEMATIAN

Setelah perjuangan panjang dengan penyalahgunaan zat terlarang, Janis meninggal karena overdosis heroin pada tanggal 4 Oktober 1970, di sebuah hotel di Hollywood. Diselesaikan oleh produsernya, 'Pearl' dirilis dan dengan cepat menjadi hit. Single "Me and Bobby McGee," yang ditulis oleh Kris Kristofferson, mencapai puncak tangga lagu.

Meskipun dengan kematiannya, lagu Janis Joplin terus memenangkan hati penggemar baru dan menginspirasi musisi lainnya. Banyak koleksi lagu-lagunya telah dirilis selama bertahun-tahun, termasuk 'In Concert' (1971) dan 'Box Of Pearls' (1999). Dalam pengakuan prestasi yang lebih signifikan, dia dilantik ke dalam Rock and Roll Hall of Fame pada tahun 1995 dan menerima Recording Academy Lifetime Achievement Award pada Grammy Awards tahun 2005. Janis Joplin telah hidup menjadi subyek dari banyak buku dan dokumen, termasuk 'Love, Janis' (1992) yang ditulis oleh kakaknya Laura Joplin. Buku itu telah berubah menjadi sebuah drama dengan judul yang sama.

JANIS JOPLIN
Lahir: Texas, 19 Januari 1943
Wafat: Hollywood, CA, 4 Oktober 1970
Penghargaan
- Gold Certified Records untuk album 'Cheap Thrills' -Big Brother- (1968)
- Rock and Roll Hall of Fame (1995)  
- 'Recording Academy Lifetime Achievement Award' pada Grammy Awards (2005)